hilang
Dan kembali lagi aku di sudut dunia, berpura-pura hilang ditelan waktu dan udara.
Telah lama kuingin enyah dari muka bumi dikelilingi wajah-wajah yang tak kukenal, terdispersi oleh lantunan gamelan dan saxophone, hidup seakan aku tak pernah ada.
Terlalu banyak pikiran yang menjejali pikiran. Perlu kupilah satu per satu, kusentuh dan telisik, menghitung kemungkinan harusnya kulepas. Ini adalah waktunya. Namun justru pada saat seperti ini, bukannya memperhitungkan, aku malah bersembunyi--menutup wajah dengan kedua jari, telinga dengan telapak tangan.
Aku ingin berlari dari diriku sendiri. Sayangnya jiwa dan raga dianyam bersama-sama dan satu tak mampu ada tanpa yang lain. Aku mempercepat langkah, tetapi kemana pun aku melihat, hanyalah kaca dengan bayangku, menjarumiku dengan tatapan amat tajam.
Jangan lihat aku, sayang. Kita lahir hitam dan putih; bersama, kita abu. Aku tahu sukma ini tengah dipeluk lumpur dan kau tengah mengesah sembari mengurut dahi. Cukup. Kau yang di kiri, jangan pandangi aku. Kau yang di kanan, jangan menatap seperti itu. Langkahku tak mampu membawaku pergi dari diriku sendiri.
Aku terdiam di sudut dengan harapan untuk mendapatkan jalan keluar. Namun pada akhirnya, aku hanya rehat, bernapas, berpura-pura tubuh dengan paru yang mengembang mengempis ini hanya sebatas imaji.
Comments
Post a Comment